BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan sebagai profesi adalah unik
karena keperawatan ditujukan ke berbagai respon individu dan keluarga terhadap
masalah kesehatan yang dihadapinya. Perawat memiliki berbagai peran seperti
pemberi perawatan, sebagai perawat primer, pengambil keputusan klinik, advokat,
peneliti dan pendidik. Perawat seringkali harus melakukan berbagai peran lebih
dari satu dalam waktu yang bersamaan, sehingga dalam menjalankan tugas tersebut
perawat harus mempunyai kerangka berpikir yang sama.
Model konseptual keperawatan
dikembangkan oleh para ahli keperawatan tentang keperawatan. Model konseptual
keperawatan diharapkan dapat menjadi kerangka berpikir perawat. Sehingga
perawat perlu memahami beberapa konsep ini sebagai kerangka konsep dalam
memberikan asuhan keperawatan dalam praktek keperawatan.
Salah satu ahli dalam
keperawatan adalah Pamela G. Reed yang
termasuk ke dalam teori Middle Range dengan teorinya self transedensi. Teorinya
mengatakan bahwa pengembangan konsep
diri dibatasi secara mulitidimensi yaitu Inwardly
(batiniah), Outwardly (lahiriah) dan Temporally (duniawi). Berdasarkan teori
transendensi diri, terdapat dua poin intervensi. Tindakan keperawatan secara langsung berfokus
pada sumber-sumber yang berasal dari dalam diri seseorang
terhadap transendensi atau berfokus pada beberapa faktor personal dan
kontekstual yang mempengaruhi hubungan antara transendensi diri dan vulnerable,
hubungan antar transendensi diri dan keadaan baik/sehat.
B. Tujuan penulisan
Tujuan penulisan makalah ini untuk memahami hal-hal yang berkaitan dengan teori Self Transcendense oleh Pamela G. Reed.
Tujuan khusus
penulisan makalah meliputi:
1.
Menjelaskan Teori Self
Transcendense yang dikembangkan Pamela G.Reed.
2.
Menganalisa kelebihan Model konsep dan Teori Self Transcendense yang dikembangkan
Pamela G.Reed.
3.
Menganalisa kekurangan Model konsep dan Teori Self Transcendense yang dikembangkan
Pamela G.Reed.
4.
Menganalisa alasan mengapa teori Self Transcendense termasuk ke dalam kelompok middle range theory.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
I.
SEJARAH
TEORI
Pamela G. Reed lahir di Detroit,
Michigan. Kemudian menikah dengan
suaminya Gary di tahun 1973, dan mereka mempunyai 2 orang putri. Reed lulus
sarjana dari Wayne State University di Detroit, Michigan pada tahun 1974 dan
mendapatkan gelar M.S.N di kesehatan
mental –psikiatri pada anak dan remaja dan pendidikan keperawatan pada tahun
1976. Dia memulai program doktornya di Institusi pada tahun 1979 dan
mendapatkan gelar Ph.D pada tahun 1982 dengan kekhususan di teori keperawatan
dan riset. Riset disertasinya dibimbing oleh Joyce J. Fitzpatrick yang berfokus
pada hubungan antara well- being dan
perspektif spiritual hidup dan mati pada
penyakit terminal dan individu yang sehat.
Reed bekerja di fakultas keperawatan
Universitas Arizona di Tucson, dimana dia mengajar, mengelola penelitian dan
mempunyai peran administrasi termasuk Dean Asscociate untuk urusan akademik
sejak Januari 1983. Reed juga mendapatkan banyak penghargaan atas prestasi
mengajarnya terhadap pengembangan teori keperawatan dan metateori. Lingkup
penelitian utamanya meliputi well-being dan aging. Dia menjadi pioneer pada
penelitian keperawatan ke dalam kepercayaan. Dia mengembangkan instrument
penelitian secara luas antara lain skala perspektif spiritual dan skala self transcendence.
Reed menjadi co editor pada buku perspektif pada teori keperawatan edisi 4 dan
5.
Reed merupakan anggota Akademi
Keperawatan Amerika dan juga anggota beberapa organisasi professional, meliputi
Sigma Theta Tau International, the American Nurses Association, and the
International Society of Rogerian Scholars. Dia juga bertindak sebagai review
editorial pada beberapa jurnal dan sebagai editor pada kolom ilmu keperawatan
triwulanan, dialog ilmiah.
II.
DEFINISI
DAN KONSEP UTAMA
1. VULNERABILITY
Kesadaran seseorang akan adanya
kematian. Diartikan sebagai kontek bagi
perkembangan atau kematangan di usia senja atau pada akhir kehidupan. Konsep vulnerable meningkatkan kesadaran akan
situasi mendekati kematian termasuk di dalamnya adalah keadaan gawat seperti disabilitas, penyakit
kronik, kelahiran, dan pengasuhan.
2. SELF
TRANSCENDENCE
Bernard Lonergan, filsuf dan
teolog, dalam bukunya Method in Theology (1975) menulis bahwa manusia mencapai
keotentikannya dalam transendensi diri (self-transcendence).
Transendensi diri berarti suatu gerak melampaui apa yang telah dicapai. Suatu
gerak dari yang kurang baik menjadi baik dan dari yang baik menjadi lebih baik.
Menurut G Reed, self transcendence
didefinisikan sebagai pengembangan konsep diri dibatasi secara mulitidimensi
yaitu :
·
Inwardly
(batiniah) : melakukan refleksi introspeksi diri terhadap pengalaman-pengalaman
yang telah dialami.
·
Outwardly
(lahiriah) : tampak dari luar. Diartikan bahwa pentingnya melakukan hubungan
dengan dunia luar dalam hal ini berinteraksi dengan lingkungannya.
·
Temporally
(duniawi) : menggunakan keterampilan atau pengetahuan yang diperoleh dari
pengalaman masa lalu sehingga menjadi pelajaran untuk mencapai tujuan masa
depan yang terintegrasi dengan menerapkannya pada masa kini/sekarang.
3. WELL-BEING
Didefiniskan
sebagai perasaan sehat secara menyeluruh baik fisik, psikologis, sosial, budaya
dan spiritual yang menunjukkan suatu kesejahteraan dan keadan yang baik.
4. MODERATING-MEDIATING
FACTORS
Variabel
kontekstual dan personal dan
interaksinya bisa mempengaruhi proses transendensi diri yang berkontribusi
terhadap kondisi yang baik. Contoh dari variabel tersebut adalah usia, jenis
kelamin, kemampuan kognitif, pengalaman hidup, persepsi spiritual, lingkungan
sosial, dan riwayat masa lalu. Variable kontekstual dan personal dapat
memperkuat dan memperlemah hubungan vulnerabilities dan transendensi diri dan
antara transendensi diri dan keadaan baik/sejahtera (well being).
5. POINT OF
INTERVENTION
Berdasarkan
teori transendensi diri, terdapat dua poin intervensi. Tindakan keperawatan secara langsung berfokus
pada sumber-sumber yang berasal dari dalam diri seseorang
terhadap transendensi atau berfokus pada beberapa faktor personal dan
kontekstual yang mempengaruhi hubungan antara transendensi diri dan vulnerabel
; hubungan antar transendensi diri dan
keadaan baik/sehat.
III. ASUMSI MAYOR :
1. HEALTH
Sehat,
merupakan awal proses model, yang didefinisikan secara mutlak sebagai proses
kehidupan dari dua hal yaitu pengalaman negatif dan positif dimana individu
menciptakan lingkungan dan nilai-nilai yang unik yang mendukung kesejahteraan (well-being).
2. NURSING
Peran
keperawatan adalah untuk mendampingi orang-orang (persons) (melalui proses interpersonal dan manajemen terapeutik pada
lingkungannya) dengan membutuhkan keterampilan untuk mendukung kesehatan (health)
dan kesejahteraan (well-being).
3. PERSON
Person dipahami
sebagai perkembangan masa kehidupannya
dalam berinteraksi dengan orang lain dan dalam perubahan lingkungan yang kompleks
dan bersemangat yang dapat berkontribusi secara positif dan negatif terhadap
kesehatan dan keadaan baik.
4. ENVIRONMENT
Keluarga,
jaringan sosial, lingkungan fisik dan komunitas adalah lingkungan yang secara
signifikan berkontribusi pada proses
kesehatan dimana perawat mempengaruhinya dengan mengatur interaksi yang terapeutik antara orang-orang, objek dan aktivitas keperawatan.
|
IV. PERNYATAAN TEORITIS
Model teori self transcendence mengusulkan tiga
macam hubungan :
1.
Peningkatan vulnerability dihubungkan dengan
peningkatan self transcendence.
2.
Self
transcendence berhubungan secara positif dengan
kesejahteraan (well-being).
3.
Faktor-faktor
personal dan eksternal bisa mempengaruhi hubungan antara vulnerability dan self transcendence
dan antara self transcendence dan well-being.
|
|||||
|
|
Sebagaimana yang telah dikemukakan di
atas, bahwa ada tiga konsep utama dari teori self transcendence yaitu vulnerabel, transendens diri, dan
kesejahteraan. Ada 3 dalil yang
berkembang menggunakan tiga konsep dasar di atas. Pertama, self transcendence merupakan kehebatan seseorang saat menghadapi akhir dari kehidupan dibanding ia
tidak mengalaminya. Isu dari akhir kehidupan diinterpretasikan secara luas,
dimana timbul dengan adanya kejadian
dalam kehidupan, kondisi sakit, penuaan dan pengalaman-pengalaman lain
yang meningkatkan kesadaran akan
kematian.
Dalil
yang kedua yaitu batasan-batasan konseptual yang dihubungkan dengan
kesejahteraan (well-being). Batasan-batasan konseptual dan fluktuasi yang
mempengaruhi secara positif atau negatif kesejahteraan/well being sepanjang masa
kehidupan. Misalnya, peningkatan penampilan dan perilaku self transcendence diharapkan berkaitan secara positif dengan
kesehatan mental sebagai indicator kesejateraan/well-being pada seseorang yang sedang menghadapi isu akhir dari
kehidupan. Contoh khusus tentang pengaruh negatif yaitu
inabilitas/ketidakmampuan untuk mencapai atau menerima orang lain (berteman)
yang akan mengarah pada depresi sebagai indicator kesehatan mental.
Dalil yang ketiga
adalah proses person dengan lingkungan.
Faktor personal dan lingkungan berfungsi sebagai korelasi, moderator,
atau mediator yang menghubungkan antara vulnerable,
transendensi diri dan keadaan sejahtera (well being).
V. TEORI SELF TRANSCENDENCE
TERMASUK KE DALAM KELOMPOK MIDDLE RANGE THEORY
Ciri
middle range theory menurut mckenna h.p. (1997):
1.
Bisa digunakan secara umum pada berbagai situasi
2.
Sulit
mengaplikasikan konsep ke dalam teori
3.
Tanpa indicator
pengukuran
4.
Masih cukup
abstrak
5.
Konsep dan
proposisi yang terukur
6.
Inklusif
7.
Memiliki sedikit
konsep dan variabel
8.
Dalam bentuk
yang lebih mudah diuji
9.
Memiliki
hubungan yang kuat dengan riset dan praktik (Robert
Merton (1968)).
10. Dapat dikembangkan secara deduktif, retroduktif. Lebih sering
secara induktif menggunakan studi kualitatif (Merton (1968)).
11. Mudah
diaplikasikan ke dalam praktik, dan bagian yang abstrak merupakan hal ilmiah
yang menarik (Walker and Avant (1995)).
12. Middle range
theory berfokus pada hal-hal yang menjadi perhatian
perawat. Sama halnya dengan nyeri, hal yang lainnya termasuk martabat, empati,
harga diri, duka cita, harapan, kenyamanan, dan
kualitas hidup.
13. Beberapa
di antaranya memiliki dasar dari grand teori, misalnya : middle range theory dari “self
care deficit” diturunkan dari grand
theory “self care” oleh Orem (1980).
14. Ada
juga mid-range theory yang tumbuh
langsung dari praktik. Misalnya, Swansons (1991) mid-range theory tentang “caring in perinatal nursing” dikembangkan
secara induktif dari tiga perinatal setting.
Sama halnya dengan Merle Mishel (1990) yang mengembangkan mid-range theory “uncertainly (ketidakpastian)” di antara pasien.
15. Chinn
and Kramer (1995) menyatakan bahwa ada 8 mid-range
theory yaitu teori perawatan mentruasi,
teori “family care-giving”, theory of relapse among ex-smokers (kekambuhan
di antara mantan perokok), a theory of
uncertainty in illness
(ketidakpastian saat sakit), a theory of
the peri-menopausal process (proses menopause), a theory of self-transcendence, a theory of personal risking and a
theory of illness trajectory.
Menurut Meleis,
A. I. (1997), mid-range theory
memiliki cirri-ciri sbb :
1.
Ruang lingkup
terbatas,
2.
Memiliki sedikit
abstrak,
3.
Membahas
fenomena atau konsep yang lebih spesifik, dan
4.
Merupakan cerminan
praktik (administrasi, klinik, pengajaran).
Menurut
Whall (1996), kriteria sebuah mid-range
theory yaitu :
1.
Konsep dan
proposisi spesifik tentang keperawatan
2.
Mudah diterapkan
3.
Bisa diterapkan
pada berbagai situasi
4.
Proposisi bisa
berada dalam suatu rentang hubungan sebab akibat
Menurut Nolan
& Grant (1992), ada dua kriteria sebuah teori bisa diterapkan ke dalam praktik yaitu :
1.
Seharusnya
relevan dengan potensi pengguna teori tersebut, misalnya perawat.
2.
Seharusnya
berorientasi pada hasil yang akan diperoleh untuk kepentingan pasien, bukan
hanya menggambarkan apa yang dilakukan perawat.
Sedangkan
menurut Kolcaba,
1.
Seharusnya
menggambarkan fenomena keperawatan-sensitif yang siap dihubungkan dengan
tindakan keperawatan yang direncanakan.
0 komentar:
Posting Komentar