Senin, 25 Februari 2013

Teori Keperawatan Pamela G. Reed.


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Keperawatan sebagai profesi adalah unik karena keperawatan ditujukan ke berbagai respon individu dan keluarga terhadap masalah kesehatan yang dihadapinya. Perawat memiliki berbagai peran seperti pemberi perawatan, sebagai perawat primer, pengambil keputusan klinik, advokat, peneliti dan pendidik. Perawat seringkali harus melakukan berbagai peran lebih dari satu dalam waktu yang bersamaan, sehingga dalam menjalankan tugas tersebut perawat harus mempunyai kerangka berpikir yang sama.
             Model konseptual keperawatan dikembangkan oleh para ahli keperawatan tentang keperawatan. Model konseptual keperawatan diharapkan dapat menjadi kerangka berpikir perawat. Sehingga perawat perlu memahami beberapa konsep ini sebagai kerangka konsep dalam memberikan asuhan keperawatan dalam praktek keperawatan.
Salah satu ahli dalam keperawatan adalah Pamela G. Reed  yang termasuk ke dalam teori Middle Range dengan teorinya self transedensi. Teorinya mengatakan bahwa  pengembangan konsep diri dibatasi secara mulitidimensi yaitu Inwardly (batiniah), Outwardly (lahiriah) dan Temporally (duniawi). Berdasarkan teori transendensi diri, terdapat dua poin intervensi.  Tindakan keperawatan secara langsung berfokus pada  sumber-sumber  yang berasal dari dalam diri seseorang terhadap transendensi atau berfokus pada beberapa faktor personal dan kontekstual yang mempengaruhi hubungan antara transendensi diri dan vulnerable, hubungan antar transendensi diri dan keadaan baik/sehat.           
      
B.     Tujuan penulisan
Tujuan penulisan makalah ini untuk  memahami hal-hal yang berkaitan dengan teori Self Transcendense oleh Pamela G. Reed.
      Tujuan khusus penulisan makalah meliputi:
1.       Menjelaskan Teori Self Transcendense yang dikembangkan Pamela G.Reed.
2.       Menganalisa kelebihan Model konsep dan Teori Self Transcendense yang dikembangkan Pamela G.Reed.
3.       Menganalisa kekurangan Model konsep dan Teori Self Transcendense yang dikembangkan Pamela G.Reed.
4.       Menganalisa alasan mengapa teori Self Transcendense termasuk ke dalam kelompok middle range theory.

BAB II
TINJAUAN TEORI

I.                   SEJARAH TEORI
Pamela G. Reed lahir di Detroit, Michigan. Kemudian   menikah dengan suaminya Gary di tahun 1973, dan mereka mempunyai 2 orang putri. Reed lulus sarjana dari Wayne State University di Detroit, Michigan pada tahun 1974 dan mendapatkan gelar M.S.N di  kesehatan mental –psikiatri pada anak dan remaja dan pendidikan keperawatan pada tahun 1976. Dia memulai program doktornya di Institusi pada tahun 1979 dan mendapatkan gelar Ph.D pada tahun 1982 dengan kekhususan di teori keperawatan dan riset. Riset disertasinya dibimbing oleh Joyce J. Fitzpatrick yang berfokus pada hubungan antara well- being dan perspektif spiritual  hidup dan mati pada penyakit terminal dan individu yang sehat.
Reed bekerja di fakultas keperawatan Universitas Arizona di Tucson, dimana dia mengajar, mengelola penelitian dan mempunyai peran administrasi termasuk Dean Asscociate untuk urusan akademik sejak Januari 1983. Reed juga mendapatkan banyak penghargaan atas prestasi mengajarnya terhadap pengembangan teori keperawatan dan metateori. Lingkup penelitian utamanya meliputi well-being dan aging. Dia menjadi pioneer pada penelitian keperawatan ke dalam kepercayaan. Dia mengembangkan instrument penelitian secara luas antara lain skala perspektif spiritual dan skala self transcendence. Reed menjadi co editor pada buku perspektif pada teori keperawatan edisi 4 dan 5.
Reed merupakan anggota Akademi Keperawatan Amerika dan juga anggota beberapa organisasi professional, meliputi Sigma Theta Tau International, the American Nurses Association, and the International Society of Rogerian Scholars. Dia juga bertindak sebagai review editorial pada beberapa jurnal dan sebagai editor pada kolom ilmu keperawatan triwulanan, dialog ilmiah.


II.                DEFINISI DAN KONSEP UTAMA
1.      VULNERABILITY
Kesadaran seseorang akan adanya kematian.  Diartikan sebagai kontek bagi perkembangan atau kematangan di usia senja atau pada akhir kehidupan. Konsep vulnerable meningkatkan kesadaran akan situasi mendekati kematian termasuk di dalamnya adalah  keadaan gawat seperti disabilitas, penyakit kronik, kelahiran, dan pengasuhan.
2.      SELF TRANSCENDENCE
Bernard Lonergan, filsuf dan teolog, dalam bukunya Method in Theology (1975) menulis bahwa manusia mencapai keotentikannya dalam transendensi diri (self-transcendence). Transendensi diri berarti suatu gerak melampaui apa yang telah dicapai. Suatu gerak dari yang kurang baik menjadi baik dan dari yang baik menjadi lebih baik.
Menurut G Reed, self transcendence didefinisikan sebagai pengembangan konsep diri dibatasi secara mulitidimensi yaitu :
·         Inwardly (batiniah) : melakukan refleksi introspeksi diri terhadap pengalaman-pengalaman yang telah dialami.
·         Outwardly (lahiriah) : tampak dari luar. Diartikan bahwa pentingnya melakukan hubungan dengan dunia luar dalam hal ini berinteraksi dengan lingkungannya.
·         Temporally (duniawi) : menggunakan keterampilan atau pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman masa lalu sehingga menjadi pelajaran untuk mencapai tujuan masa depan yang terintegrasi dengan menerapkannya pada masa kini/sekarang.
3.      WELL-BEING
Didefiniskan sebagai perasaan sehat secara menyeluruh baik fisik, psikologis, sosial, budaya dan spiritual yang menunjukkan suatu  kesejahteraan dan keadan yang baik.  
4.      MODERATING-MEDIATING FACTORS
Variabel kontekstual dan personal  dan interaksinya bisa mempengaruhi proses transendensi diri yang berkontribusi terhadap kondisi yang baik. Contoh dari variabel tersebut adalah usia, jenis kelamin, kemampuan kognitif, pengalaman hidup, persepsi spiritual, lingkungan sosial, dan riwayat masa lalu. Variable kontekstual dan personal dapat memperkuat dan memperlemah hubungan vulnerabilities dan transendensi diri dan antara transendensi diri dan keadaan baik/sejahtera (well being).
5.      POINT OF INTERVENTION
Berdasarkan teori transendensi diri, terdapat dua poin intervensi.  Tindakan keperawatan secara langsung berfokus pada  sumber-sumber  yang berasal dari dalam diri seseorang terhadap transendensi atau berfokus pada beberapa faktor personal dan kontekstual yang mempengaruhi hubungan antara transendensi diri dan vulnerabel ;  hubungan antar transendensi diri dan keadaan baik/sehat.
III. ASUMSI MAYOR :
1.      HEALTH
Sehat, merupakan awal proses model, yang didefinisikan secara mutlak sebagai proses kehidupan dari dua hal yaitu pengalaman negatif dan positif dimana individu menciptakan lingkungan dan nilai-nilai yang unik yang mendukung kesejahteraan (well-being).
2.      NURSING
Peran keperawatan adalah untuk mendampingi orang-orang (persons) (melalui proses interpersonal dan manajemen terapeutik pada lingkungannya) dengan membutuhkan keterampilan untuk mendukung kesehatan (health)  dan kesejahteraan (well-being).
3.      PERSON
Person dipahami sebagai perkembangan  masa kehidupannya dalam berinteraksi dengan orang lain dan dalam perubahan lingkungan yang kompleks dan bersemangat yang dapat berkontribusi secara positif dan negatif terhadap kesehatan dan keadaan baik.
4.      ENVIRONMENT
Keluarga, jaringan sosial, lingkungan fisik dan komunitas adalah lingkungan yang secara signifikan berkontribusi  pada proses kesehatan dimana perawat mempengaruhinya dengan  mengatur interaksi yang terapeutik antara  orang-orang, objek dan aktivitas keperawatan.













Skema 1. Penjabaran Teri Reed ke dalam metapardigma
 
 









IV.  PERNYATAAN TEORITIS
Model teori self transcendence mengusulkan tiga macam hubungan :
1.      Peningkatan vulnerability dihubungkan dengan peningkatan self transcendence.
2.      Self transcendence berhubungan secara positif dengan kesejahteraan (well-being).
3.      Faktor-faktor personal dan eksternal bisa mempengaruhi hubungan antara vulnerability dan self transcendence dan antara self transcendence dan well-being.










Well-being
 




Skema 2. Teori model self transcendence
 
-
 









Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, bahwa ada tiga konsep utama dari teori self transcendence yaitu vulnerabel, transendens diri, dan kesejahteraan.  Ada 3 dalil yang berkembang menggunakan tiga konsep dasar di atas. Pertama, self transcendence merupakan kehebatan seseorang saat  menghadapi akhir dari kehidupan dibanding ia tidak mengalaminya. Isu dari akhir kehidupan diinterpretasikan secara luas, dimana  timbul dengan adanya kejadian dalam kehidupan, kondisi sakit, penuaan dan pengalaman-pengalaman lain yang  meningkatkan kesadaran akan kematian.
Dalil yang kedua yaitu batasan-batasan konseptual yang dihubungkan dengan kesejahteraan (well-being).  Batasan-batasan konseptual dan fluktuasi yang mempengaruhi secara positif atau negatif kesejahteraan/well being  sepanjang masa kehidupan. Misalnya, peningkatan penampilan dan perilaku self transcendence diharapkan berkaitan secara positif dengan kesehatan mental sebagai indicator kesejateraan/well-being pada seseorang yang sedang menghadapi isu akhir dari kehidupan. Contoh khusus tentang pengaruh negatif yaitu inabilitas/ketidakmampuan untuk mencapai atau menerima orang lain (berteman) yang akan mengarah pada depresi sebagai indicator kesehatan mental.
Dalil yang ketiga adalah proses person dengan lingkungan.  Faktor personal dan lingkungan berfungsi sebagai korelasi, moderator, atau mediator yang menghubungkan antara vulnerable, transendensi diri dan keadaan sejahtera (well being).

V. TEORI SELF TRANSCENDENCE TERMASUK KE DALAM KELOMPOK MIDDLE RANGE THEORY
Ciri middle range theory menurut mckenna h.p. (1997):
1.      Bisa  digunakan secara umum pada berbagai situasi
2.      Sulit mengaplikasikan konsep ke dalam teori
3.      Tanpa indicator pengukuran
4.      Masih cukup abstrak
5.      Konsep dan proposisi yang terukur
6.      Inklusif
7.      Memiliki sedikit konsep dan variabel
8.      Dalam bentuk yang lebih mudah diuji
9.      Memiliki hubungan yang kuat dengan riset dan praktik (Robert Merton (1968)).
10.  Dapat dikembangkan secara deduktif, retroduktif. Lebih sering secara induktif menggunakan studi kualitatif (Merton (1968)).
11.  Mudah diaplikasikan ke dalam praktik, dan bagian yang abstrak merupakan hal ilmiah yang menarik (Walker and Avant (1995)).
12.  Middle range theory berfokus pada hal-hal yang menjadi perhatian perawat. Sama halnya dengan nyeri, hal yang lainnya termasuk martabat, empati, harga diri, duka cita, harapan, kenyamanan, dan  kualitas hidup.
13.  Beberapa di antaranya memiliki dasar dari grand teori, misalnya : middle range theory dari “self care deficit” diturunkan dari grand theory “self care” oleh Orem (1980).
14.  Ada juga mid-range theory yang tumbuh langsung dari praktik. Misalnya, Swansons (1991) mid-range theory tentang  caring in perinatal nursing” dikembangkan secara induktif dari tiga perinatal setting. Sama halnya dengan Merle Mishel (1990) yang mengembangkan mid-range theory “uncertainly (ketidakpastian)” di antara pasien.
15.  Chinn and Kramer (1995) menyatakan bahwa ada 8 mid-range theory yaitu teori perawatan mentruasi, teori  family care-giving”, theory of relapse among ex-smokers (kekambuhan di antara mantan perokok), a theory of uncertainty in illness (ketidakpastian saat sakit), a theory of the peri-menopausal process (proses menopause), a theory of self-transcendence, a theory of personal risking and a theory of illness trajectory.
Menurut  Meleis, A. I. (1997), mid-range theory memiliki  cirri-ciri sbb :
1.      Ruang lingkup terbatas,
2.      Memiliki sedikit abstrak,
3.      Membahas fenomena atau konsep yang lebih spesifik, dan
4.      Merupakan cerminan praktik (administrasi, klinik, pengajaran).
Menurut Whall (1996), kriteria sebuah mid-range theory yaitu :
1.      Konsep dan proposisi spesifik tentang  keperawatan
2.      Mudah diterapkan
3.      Bisa diterapkan pada berbagai situasi
4.      Proposisi bisa berada dalam suatu rentang hubungan sebab akibat
Menurut Nolan & Grant (1992), ada dua kriteria sebuah teori bisa  diterapkan ke dalam praktik yaitu :
1.                                                                            Seharusnya relevan dengan potensi pengguna teori tersebut, misalnya perawat.
2.    Seharusnya berorientasi pada hasil yang akan diperoleh untuk kepentingan pasien, bukan hanya menggambarkan apa yang dilakukan perawat.
Sedangkan menurut Kolcaba,
1.    Seharusnya menggambarkan fenomena keperawatan-sensitif yang siap dihubungkan dengan tindakan keperawatan yang direncanakan.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Eagle Belt Buckles