Senin, 25 Februari 2013

Teori Keperawatan Chronic Sorrow


BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Penyakit kronis dapat didefinisikan sebagai kondisi sakit yang menimbulkan berkurang atau hilangnya fungsi sehari-hari lebih dari 3 bulan dalam 1 tahun atau mengalami hospitalisasi lebih dari 1 bulan dalam 1 tahun (Hockenberry, 2007). Hal ini menjadikan individu dengan penyakit kronik mengalami berbagai masalah keterbatasan sehingga individu tersebut mempunyai kebutuhan akan perawatan khusus, komprehensif dan berkelanjutan. Penyakit kronik memberikan efek yang penting bagi berjalannya fungsi keluarga. Salah satunya adalah efek yang substansial pada fungsi keluarga dimana keluarga akan mendapatkan tugas keluarga yang lebih kompleks, tanggung jawab yang lebih besar, perhatian yang lebih besar, pembiayaan, ketidakpastian masa depan, keterbatasan kecukupan ekonomi, kehilangan secara emosional, reaksi terhadap stigma dalam masyarakat, isolasi sosial, dan kehilangan kesempatan dalam bermasyarakat secara normal. Berdasarkan hal ini keluarga menjadi faktor pendukung yang sangat berpengaruh terhadap kondisi yang terjadi pada salah satu anggota keluarganya.
Salah satu pengaruh yang besar pada keluarga adalah perasaan berduka atau kehilangan disebabkan karena keluarga mempersepsikan adanya perbedaan individu dengan individu normal lainnya. Perasaan berduka atau kehilangan ini akan muncul dalam respon emosional seperti putus asa, menyesal, tidak percaya, menyalahkan diri sendiri, permusuhan, cemas, ragu-ragu, disorientasi dan perasaan terisolasi. Keadaan ini berlangsung lama disebabkan respon emosional itu akan selalu muncul pada saat-saat dimana terjadi kejadian-kejadian yang menyebabkan kondisi emosional tidak efektif.

B.        Tujuan
Tujuan Umum
Memberikan gambaran konsep dasar teori keperawatan chronic sorrow  dan penerapannya pada asuhan keperawatan ditatanan pelayanan kesehatan
Tujuan Khusus
1.    meningkatkan pengetahuan dan pemahaman perawat tentang konsep teori chronic
     sorrow
2.    mampu menerapkan pada asuhan keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan.




BAB II
TINJAUAN TEORI

A.          Pendahuluan

Teori Middle Range, merupakan level kedua dari teori keperawatan, abstraknya pada level pertengahan, inklusif, diorganisasi dalam lingkup terbatas, memiliki sejumlah varibel terbatas, dapat diuji secara langsung. Teori Middle- Range memiliki hubungan yang lebih kuat dengan penelitian dan praktik. Hubungan antara penelitian dan praktik menurut Merton (1968), menunjukkan bahwa Teori Mid-Range amat penting dalam disiplin praktik, selain itu Walker and Avant (1995) mempertahankan bahwa mid-range theories menyeimbangkan kespesifikannya dengan konsep ekonomi secara normal yang nampak dalam grand teori. Akibatnya mid-range teori memberikan manfaat bagi perawat, mudah diaplikasikan dalam praktik dan cukup abstrak secara ilmiah. Mid-range theories berfokus pada konsep peminatan perawat dan mencakup nyeri, empati, berduka, konsep diri, harapan, kenyamanan, martabat dan kualitas hidup.
Teori chronic sorrow merupakan teori mid-range karena dalam teori ini membahas tentang fenomena yang spesifik yaitu tentang masalah- masalah yang timbul dari penyakit kronis mencakup proses berduka, kehilangan, faktor pencetus dan metoda manajemennya. Karena kespesifikan teori tersebut, maka teori ini mudah diaplikasikan dalam praktik keperawatan.
B.           Riwayat
1.      Georgene Gaskill Eakes
Georgene Gaskill Eakes lahir di New Bern, North Carolina. Dia menerima Diploma keperawatan dari sekolah keperawatan rumah sakit Watts di Durham, North Carolina 1966 dan pada tahun 1977 dia lulus Bacalaureate dengan Summa Cumlaude dari North Carolina Agricultural dan Technical State University. Eakes melanjutkan M.S.N pada University or North Carolina di Greensboro pada tahun 1980 dan Ed D dari North Carolina State University pada tahun 1988. Eakes menerima penghargaan utnuk studi masternya dan dari North Carolina League untuk studi doktoralnya. Dia dilantiuk dalam Sigma Theta Tau International Honor Society or Nurses pada 1979 dan Phi Kappa Phi Honor Society 1988.
2.      Marry Lermann Burke
Dilahirkan di Sandusky Ohio dimana dia menyelesaikan sekolah elementary dan secondary. Dia menerima penghargaan untuk pertama kalinya saat diplima dari Good Samaritan Hospital school of Nursing di Cincinnati tahun 1962 kemudian diikuti sertifikat post graduate dari Children’s Medical Center di District Columbia. Setelah beberapa tahun bekerja di keperawatan pediatric,Burke lulus dengan Summa Cumlaude dari Rhode island college Providence dengan bachelor degree. Pada tahun 1982 dia menerima master degree pada parent-child nursing dari Boston University. Dan selama program ini dia juga menerima penghargaan sertifikat dalam Parent-cild nursing dan Interdisciplinary Training in Development Center of Rhode Island Hospital and the Section on Reproductive and Developmental Medicine, Brown university. Burke tertarik dengan konsep chronic sorrow selama program masternya. Thesisnya berjudul ‘The Concern of Mothers of preschool Children with Myelomeningocele’, yang mengidentifikasi emosi tentang kesedihan yang mendalam. Kemudian waktu disertasi doctoral dia mengembangkan Burke Chronic sorrow Questionaire, ‘Chronic sorrow in mothers of school-age with myelomeningocele’.


3.      Margaret A Hainsworth
Lahir di Brockville, Ontario Canada. Dia menamatkan pendidikan dasar dan sekundernya di tempat kelahirannya. Dia masuk diploma sekolah keperawatan di Brockville General Hospital dan lulus tahun 1953. Tahun 1959 dia pindah ke united State dan menerima diploma keperawatan kesehatan masyarakat. Pada tahun 1974 dia melanjutkan pendidikan di Salve Regina College dan menerima bacalaurate dalam bidang keperawatan tahun 1973 dan master dibidang keperawatan kesehatan mental psikiatrik dari Boston College tahun1974. Dia menerima program doctor dari University Connecticut tahun 1986. Tahun1988, menerima sertifikat sebagai spesialis klinik dalam keperawatan kesehatan mental dan psikiatrik. Hainsworth berminat pada penyakit kronik dan yang berhubungan dengan dukacita dimulai saat dia sebagai fasilitator untuk memberikan dukungan pada wanita dengan multiple sklerosis.

C.           Model Teori Chronic Sorrow
          Dalam rentang kehidupan manusia, individu dihadapkan pada situasi kehilangan yang dapat terjadi secara terus menerus ataupun suatu kejadian. Pengalaman kehilangan tersebut akan menimbulkan ketidakseimbangan antara yang diharapkan dengan kenyataan. Kejadian tersebut dapat memicu timbulnya kesedihan atau dukacita berkepanjangan/ mendalam yang potensial progresif, meresap dalam diri individu, berulang dan permanen. Individu dengan pengalaman kesedihan tersebut biasanya akan menggunakan metode manajemen dalam mengatasinya. Metode manajemen dapat berasal dari internal (koping personal) ataupun dari eksternal (dukungan orang yang berharga maupun tim kesehatan). Jika metode manajemen yang digunakan efektif maka individu akan meningkat perasaan kenyamanannya. Tetapi jika tidak afektif akan terjadi hal sebaliknya.

D.          Konsep Utama

1. Dukcita kronis atau chronic sorrow
Penderitaan atau dukacita kronis adalah suatu perbedaan yang berkelanjutan sebagai hasil dari suatu kehilangan, dengan karakteristik dapat menyebar dan bisa juga menetap. Gejala berduka berulang pada waktu tertentu dan gejala ini berpotensi progresif.
Studi NCRCS (The Nursing Consortium for Research on Chronic Sorrow) ini meliputi :
a.              Individu dengan kanker (Eakes, 1993), infertility (Eakes et al., 1998), Multiple Sclerosis (Hainsworth, Burke, Lindgren, & Eakes, 1993 ; Hainsworth, 1994), dan Penyakit Parkinson (Lindgren, 1996)
b.             Spouse caregivers/ individu yang memiliki pasangan hidup dengan penyakit mental kronik (Hainsworth, Busch, Eakes, & Burke, 1995), Multiple Sclerosis (Hainsworth, 1995), dan Penyakit Parkinson (Lindgren, 1996)
c.              Parent caregivers/ orang tua yangmemiliki anak dewasa dengan penyakit mental kronik (Eakes, 1995)

2. Kehilangan
Kehilangan terjadi akibat dari perbedaan antara suatu “ideal” atau harapan dan situasi nyata atau pengalaman. Kehilangan (Loss) adalah situasi aktual atau potensial dimana seseorang atau objek yang dihargai tidak dapat dicapai atau diganti sehingga dirasakan tidak berharga seperti semula.
3. Peristiwa Pencetus
Peristiwa pencetus adalah situasi, keadaan dan kondisi-kondisi berbeda atau perasaan kehilangan yang berulang (kambuh)atau baru mulai yang memperburuk perasaan berduka. NCRCS membandingkan dan membedakan pencetus pada individu dengan kondisi kronik, family caregivers, pada orang yang kehilangan (Burke, Eakes, & Hainsworh, 1999).
4. Metode Manajemen
Metode manajemen adalah suatu cara bagaimana individu menerima penderitaan kronis. Bisa secara internal (strategi koping individu) atau eksternal (bantuan tenaga kesehatan atau intervensi orang lain). Penderitaan kronis tidak akan membuat individu melemah bila efektif dalam mengatur perasaan, bisa secara internal maupun ekternal. Strategi manajemen perawatan diri diatur melalui strategi koping internal. NCRCS ditunjuk lebih lanjut untuk mengatur strategi koping internal seperti tindakan, kognitif, interpersonal dan emosional.
Mekanisme tindakan koping digunakan untuk semua subjek individu dengan kondisi kronis dan pemberi perawatannya. (Eakes , 1993, 1995, Eakes at al., 1993, 1999; Hainsworth et al., 1995; Lindgren, 1996). Kognitif koping contohnya berpikir positif, membuat sesuatu dengan sebaik-baiknya, tidak memaksakan diri bila tidak mampu (Eakes, 1995; Hainsworth, 1994, 1995). Contoh koping interpersonal adalah pergi memeriksakan diri ke psikiater, masuk dalam suatu kelompok atau group dan bicara atau berkomunikasi dengan orang lain (Eakes, 1993; Hainsworth, 1994, 1995)
Strategi emosional contohnya menangis atau ekspresi emosi lainnya (Eakes, et al., 1998; Hainsworth, 1995). Manajemen eksternal adalah intervensi yang diberikan oleh tenaga kesehatan (Eakes et al., 1998). Pelayanan kesehatan yang diberikan secara profesional dapat membantu memberikan rasa nyaman bagi mereka, caring dan tenaga profesional yang kompeten lainnya.
5.  Inefektif Manajemen
Strategi manajemen yang tidak efektif mengakibatkan meningkatnya ketidaknyamanan individu atau menambah rasa duka yang mendalam.
6. Efektif manajemen
Strategi manajemen yang efektif  berperan penting meningkatkan kenyamanan perasaan individu secara efektif.
E.           Strategi Manajemen
NCRCS
(the Nursing Consortium for Research on Chronic Sorrow) menyakinkan bahwa kesedihan kronis bukan masalah jika para individu dapat melakukan menejemen perasaan secara efektif. Manajemen strategi terdiri dari internal dan eksternal.
1.        Strategi koping internal meliputi :
a.         Action ( tindakan ), mekanisme koping  individu baik yang bersangkutan maupun yang memberikan perawatan. Contohnya metode distraksi yang umum digunakan untuk menghadapi nyeri
b.         Kognitif, mekanisme koping ini juga sering digunakan, misalnya berpikir positif, ikhlas   menerima semua ini
c.         Interpersonal, mekanisme koping interpersonal misalnya dengan berkonsultasi  
                      ahli jiwa, bergabung dengan kelompok pendukung, melakukan curhat
d.        Emosional, mekanisme koping emosional misalnya adalah menangis dan  mengekspresikan emosi
   Strategi menejemen ini semua dianggap efektif bila individu mengaku terbantu   untuk menurunkan perasaan berduka (re-grief).
2.        Strategi koping eksternal, dideskripsikan sebagai intervensi yang dilakukan oleh   
professional kesehatan dengan cara meningkatkan rasa nyaman para subyek  dengan bersikap empati, memberi edukasi serta merawat dan melakukan tindakan professional kompeten lainnya.

F.           Asumsi Utama
1. Keperawatan
Diagnosis penderitaan kronik dan memberikan intervensi sesuai dengan lingkup  praktik keperawatan, perawat dapat memberikan antisipasi berduka pada individu yang beresiko. Peran utama perawat meliputi menunjukan rasa empati, ahli / profesional, caring dan pemberi asuhan keperawatan yang kompeten
2. Manusia
Manusia mempunyai persepsi yang idealis pada proses kehidupan dan kesehatan.   Orang membandingkan pengalamannya dengan kedua kenyataan tadi sepanjang kehidupannya. Walaupun setiap orang pengalaman dengan kehilangan adalah unik dan umumnya kehilangan dapat diramalkan atau diketahui sehingga dapat diantisipasi reaksi dari kehilangan tersebut.
3. Kesehatan
Kesehatan adalah bila seseorang berfungsi normal, kesehatan seseorang tergantung atas bagaimana seseorang beradaptasi terhadap kehilangan. Koping yang efektif akan menghasilkan respon yang normal akibat dari kehilangan.
4. Lingkungan
Interaksi yang terjadi di dalam suatu masyarakat, yang mana meliputi lingkungan keluarga, sosial, lingkungan kerja dan lingkungan perawatan kesehatan. Respon individu di kaji berdasarkan hasil interaksi individu terhadap norma-norma sosial. (Eakes, Burke, & Hainsworth, 1998)

G.          Dampak Kehilangan
1. Masa kanak-kanak
a.         Mengancam kemampuan anak untuk berkembang
b.        Kadang – kadang regresi
c.         Merasa takut ditinggalkan dibiarkan kesepian
2. Remaja dan dewasa muda
a. Disintegrasi dalam keluarga
b. Kematian pada orang tua “wajar“
3. Dewasa tua
a. Kematian pasangan
b. Masalah kesehatan meningkat

H.          Berduka (Grieving)
Berduka adalah reaksi emosi terhadap kehilangan, biasanya akibat perpisahan dimanifestasikan dalam perilaku, perasaan dan pemikiran.
I.             Reaksi Kehilangan & Berduka
1. KUBLER – ROSS’ MODEL
Kubler Ross (1969) mengemukakan 5 tahapan pada berduka :
a.              Menolak (denial)
b.              Marah (anger)
c.              Tawar menawar (bargaining)
d.             Depresi (depression)
e.              Menerima (acceptance)
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kehilangan dan berduka
a.      Sumber personal dan stressor
Setiap orang melalui situasi kehilangan dengan kombinasi khusus pada sumber personal dan stressor seperti :
1.        Keterampilan koping
2.        Pengalaman sebelumnya dengan kehilangan
3.        Kestabilan emosi
4.        Agama
5.        Family developmental stage
6.        Status sosial ekonomi
b. Sumber sosial kultural dan stressor
Sumber sosial kultural meliputi dukungan sosial yang didapatkan dari keluarga, teman, teman sekerja dan lembaga formal

J.              Penerapan dalam Keperawatan
1.         Praktek keperawatan
       Membantu perawat dalam menghadapi pasien dan keluarga, perawat secara efektif memenejemen kejadian- kejadian pemicu kesedihan kronis
2.         Pendidikan
Memberi masukan bagi NANDA dalam diagnosa keperawatan diterima pada tahun 1998. Merupakan langkah penting dalam mengajarkan praktek berbasis bukti atau fakta
3.         Riset
Menjadi dasar pengembangan studi ini terhadap populasi, misalnya pasien dengan HIV/AIDS, ibu dengan anak anemia sickle cell, asma dan DM

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Eagle Belt Buckles